Beranda | Artikel
Tunduk Pada Syariat dan Praktik Nyatanya Dalam Kehidupan
Senin, 19 Februari 2018

Khutbah Pertama:

الحمد لله الذي جعلنا من خير أمة أخرجت للناس ، وألبسنا لباس التقوى خير لباس ، أحمده سبحانه هدانا للإسلام وعلمنا القرآن وأشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبد الله ورسوله سيد ولد عدنان ، صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم تسليماً كثيراً أما بعد: ( يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله .. )

Ibadallah,

Seorang muslim tidak disebut muslim kecuali apabila ia menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkannya. Tunduk dan patuh dengan ketaatan. Membersihkan diri dari kesyirikan. Dan berlepas diri dari orang-orang yang berbuat syirik. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ العَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” [Quran Az-Zumar: 54].

Apabila datang perintah dari Allah Ta’ala, baik dalam Alquran maupun sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak ada opsi lain bagi seorang muslim kecuali menaatinya. Bahkan wajib berserah diri (pasrah) dan tunduk dengan taat. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” [Quran Al-Ahzab: 36].

Inilah sifat orang yang beriman, yang yakin, dan takwa.

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ المُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ المُفْلِحُونَ * وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الفَائِزُونَ

“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” [Quran An-Nur: 51-52].

Ibadallah,

Tundukkan dan pasrahkan diri kepada nash Alquran dan sunnah. Karena keduanya merupakan pilar Islam. Seseorang muslim tidak akan teguh keislamannya kecuali berpegang teguh dengan keduanya. Dan sesungguhnya sebesar-besar penyimpangan dan kesesatan yang menyebabkan datangnya ujian dan adzab adalah karena tidak tunduk kepada nash-nash wahyu. Malah tunduk dan berserah diri pada ketidak-tahuan, hawa nafsu, membela kepentingannya, menganggap baik sesuatu yang salah, dan tidak berupaya mencocokkan amalan dengan nash. Dalam keadaan demikian, orang tersebut tidak menyangka ia akan dihisab dan diadzab lantaran apa yang ia perbuat.

Lebih jelek lagi dari itu adalah orang-orang yang menentang dan memfitnah mereka yang mengikuti Alquran dan sunnah. Hal itu sering diekspresikan dengan menamai mereka dengan nama-nama yang buruk. Seperti: kalau ada orang yang mengamalkan ajaran Islam digelari wahabi. Ghuluw. Radikal. Ekstrim. Dan lain-lain.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kalau muncul orang-orang yang mengedepankan pendapat pada umat ini, walaupun sebenarnya mereka bukanlah orang yang pandai, malah sebenarnya mereka lebih pandir dari keledai. Rusaklah urusan umat tersebut dengan serusak-rusaknya. Mereka inilah yang banyak menghuni neraka jahim. Mereka akan berkata pada hari kiamat nanti:

لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. [Quran Al-Mulk: 10]”

Mereka inilah orang-orang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatirkan atas umatnya. Diriwayatkan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani, Abu Darda radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi menemui kami. Saat itu kami sedang berbicara tentang kefakiran. Dan kami takut akan kefakiran itu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آلْفَقْرَ تَخَافُونَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتُصَبَّنَّ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا صَبًّا حَتَّى لاَ يُزِيغَ قَلْبَ أَحَدٍ مِنْكُمْ إِزَاغَةً إِلاَّ هِيَهْ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ

‘Kefakirankah yang kalian khawatirkan? Demi Allah, yang jiwaku berada di tangannya, benar-benar akan dituangkan kepada kalian dunia sehingga tidak akan tersesat hati salah seorang kalian kecuali dengannya (dunia). Demi Allah, kutinggalkan kalian pada sesuatu yang jelas. Malamnya begitu jelas seperti siang.’

Abu Darda melanjutkan, “Beliau benar. Demi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan kita di atas sesuatu yang jelas. Malamnya begitu jelas seperti siang.”

Allah Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” [Quran Nur: 63]

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Tahukah kalian apa yang dimaksud dengan fitnah? Fitnah adalah syirik. Jadi, apabila seseorang membantah satu dari sabda beliau, hati terjatuh pada penyimpangan. Kemudian menyebabkannya binasa.”

Datang sekelompok orang menemui Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma. Mereka bertanya tentang suatu permasalahan dengan menyebutkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian orang-orang tersebut menjawab, “Abu Bakar dan Umar, keduany tidak berpendapat demikian.”

Kemudian Abdullah bin Abbas menanggapi mereka dengan mengatakan, “Hampir saja turun hujan batu dari langit. Kukatakan kepada kalian ‘Allah dan Rasul-Nya berkata. Dan kalian berkata ‘Abu Bakar dan Umar’.”

Dari Imam Ibnu Rajab rahimahullah bahwa ada seorang ulama yang menyebutkan suatu hadits:

إنَّ الملائكةَ تضَعُ أجنحتَها لطالبِ العِلمِ رضًا بما يصنَعُ

“Sesungguhnya malaikat menaungkan sayap-sayap mereka pada pembelajar ilmu agama. Karena mereka ridha dengan apa yang mereka lakukan.”

Ibadallah,

Namun sebagian orang, ada yang mengolok-olok hadits. Apabila hadits-hadits tersebut tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka. Tidak sesuai dengan ucapan da’i-da’i mereka. Mereka akan menolaknya. Bahkan mengolok-olok orang-orang yang mengamalkan hadits tersebut.

Contoh yang sering kita temui adalah orang-orang mencela dan merendahkan hadits-hadits ketaatan dan sabar menghadapi penguasa. Tahukan dia, bahwa mestinya dia tunduk terhadap perintah Allah dan menghormati ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Ibadallah,

Perlu kita ketahui bahwa penyebab musibah dan kerusakan yang terjadi di muka bumi ini karena dosa-dosa yang kita lakukan. Dan mendustakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak menghormatinya adalah termasuk dosa yang paling besar. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [Quran Ash-Shura: 30].

Renungkanlah firman Allah “Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. Selayaknya kita malu kepada Allah, karena Dia telah memaafkan banyak kesalahan kita. Dan Dia memberi musibah kita disebabkan sedikit dari sisa kesalahan tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [Quran Ar-Rum: 41].

Jadi, setiap musibah yang menimpa kita adalah dampak dari kesalahan yang kita lakukan. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,

وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ بَعْدِهِمْ إِلَّا قَلِيلًا وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِينَ * وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ

“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; maka itulah tempat kediaman mereka yang tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil. Dan Kami adalah Pewaris(nya). Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” [Quran Al-Qashahs: 59-60].

Lalainya seseorang dari sunatullah, matinya rasa dalam memperhatikan sebab-sebab yang dapat mendatangkan kebinasaan orang-orang sebelum kita, sekitar kita, umat-umat yang silih berganti, negeri-negeri yang runtuh dan hilang, bahkan kita sendiri menyaksikan orang-orang di sekitar kita mendapatkan musibah akibat perbuatan mereka sendiri. Kelalaian kita akan hal ini, bisa jadi menyebabkan kita melakukan sebab-sebab kebinasaan. Kebinasaan itu disebabkan oleh dosa dan maksiat. Disebabkan karena seseorang berpaling dari perintah Allah.

أقول هذا القول وأستغفر الله لي ولكم .

Khutbah Kedua:

الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده

Ibadallah,

Mari kita bertakwa kepada Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diriwayatkan di dalam kitab-kitab sunan dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّى لأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِى بِمَظْلَمَةٍ فِى دَمٍ وَلاَ مَالٍ

“Sesungguhnya Allah yang pantas menaikkan dan menurunkan harga, Dialah yang menahan dan melapangkan rezeki. Aku harap dapat berjumpa dengan Allah dan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku karena kezaliman pada darah dan harta.”

Pemimpin terbaik adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan masyarakat terbaik, juga masyarakat yang hidup di zaman Nabi. Bersamaan dengan itu, di zaman tersebut juga terjadi musibah dan ujian dunia. Ya, demikianlah sunnatullah. Walaupun masyarakat tersebut sangat baik masih tetap Allah berikan mereka ujian dan musibah. Karena ujian dan musibah tadi dapat menggugurkan dosa dan meninggikan derajat.

Di zaman Nabi pernah terjadi kenaikan harga-harga. Kemudian para sahabat meminta kebijakan beliau sebagai pemimpin untuk mengatur harga-harga. Beliau pun menjawab dengan hadits yang khotib baru saja sebutkan tadi.

Ibadallah,

Mudah-mudahan khotbah yang singkat ini bermanfaat untuk kita semua. Menambah ketakwaan kita. Menambah semangat kita untuk bersiap diri dalam berbekal untuk kehidupan setelah kematian.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا

أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Oleh tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com

Print Friendly, PDF & Email

Artikel asli: https://khotbahjumat.com/4970-tunduk-pada-syariat-dan-praktik-nyatanya-dalam-kehidupan.html